Masa-Masa
Hitam Dalam Hidupku
Pekerjaan merenovasi rumah nenekku sudah selesai,
uangku cukup banyak terkumpul hasil dari upah yang diberikan nenek. Hatiku
masih sangat sakit ketika itu, fikiran tidak pernah beranjak selalu memikirkan
indahnya memori aku bersama Nuri. Selalu kucoba melupakan kenangan indah
tersebut, namun semakin aku melupakan semakin kuat juga kenangan itu tinggal di
benakku. Aku merasa hilang dalam terang, merasa kesepian di dalam
keramaian. Hari hari selanjutnya aku
lebih sering berkumpul dengan sesama temanku khususnya yang pengangguran.
Pekerjaan yang dijanjikan nenek kala itu belum sempat aku datangi, aku
beralasan nanti saja nek, aku mau menghabiskan beberapa hari dulu untuk
bersantai. Nenekku hanya mengiyakan.
Terus terang sebetulnya aku masih merasa terpukul , rasa menyesak di
hati susah untuk hilang, akibatnya aku tidak bisa fokus bekerja, oleh karena
itu aku memutuskan untuk tidak bekerja dahulu.
Karena seringnya
aku bergaul dengan teman-temanku yang mayoritas pengangguran, akhirnya aku
terbawa suasana nyantai, untuk menghilangkan perasaan gundah dan sakit hati aku
mulai mencoba meminum minuman keras. Ya walaupun aku tahu sesungguhnya minuman
keras hanya menghilangkan ingatan sementara, karena ketika pengaruh alcohol di
tubuh kita sirna maka fikiran kita akan kembali normal. Namun karena rasa
solideritas kepada teman, akhirnya cukup sulit juga keluar dari dunia itu. Oh
ya mulai saat itu aku juga mulai mencoba menghisap rokok, walaupun sebelumnya
pernah merokok saat masih duduk di bangku SMA dulu namun sekarang tidak
tanggung-tanggung, aku mulai memmbeli rokok dalam jumlah banyak. Satu bungkus
habis dalam satu hari.
Lama lama ku
berfikir, mengapa sakit cinta diobati oleh minuman, bisa-bisa aku rugi dua
kali, Hati remuk kantong pun ikut remuk. Maka dari itu aku mulai mengurangi
bergaul dengan anak-anak peminum. Aku mulai berkenalan dengan penjaga keamanan
di daerah itu. Sampai suatu saat aku di ajak berkeliling untuk mengontrol kamar
kost-kost an di daerah itu.
Dari situ aku
mulai mengenal banyak gadis mulai dari karyawan pabrik sampai pelayan toko. Aku
mulai kenal dekat dengan. Hati dan fikiranku mulai terobati, rasa sakit kini
telah pergi..aku mulai enjoy dengan mengenal lebih banyak wanita meski tidak
ada yang spesial, namu itu menjadikan aku cukup beruntung, karena hampir setiap
malam selalu ada saja yang minta ditemani untuk membeli makan malam atau cemilan, dari situ aku
sering dapat upah alakadarnya. Aku bisa
bermanja-manja kepada setiap wanita baik single maupun yang sudah mempunyai kekasih.
Namun kekasih mereka tahu kalau aku
sering main ke kost wanitanya saat mereka sedang shift. Tapi mereka tahu aku
tidak bertindak macam-macam malah bisa dikatakan sebagai penjaga mereka…. Cukup
banyak wanita yang aku kenal dan akrab
kepadaku, akan tetapi tidak ada satupun yang menarik hatiku. Bukan karena aku
berselera terlalu tinggi (padahal iya) namun mungkin belum saatnya bagiku untuk
membuka hati kembali.
Entah mengapa
siang itu aku teringat tentang Solihat mungkin karena waktu itu aku ikut ke
tempat kerja temankuYadi, yang kebetulan satu daerah dengan rumah baru Pak Zakaria, bapaknya Solihat setelah pindah.
Mungkin saat itu Solihat kelas 3 SMA atau kuliah semester satu dikarenakan aku
dan Solihat hanya terpaut satu tahun dan aku lebih tua darinya. Yad kamu tahu
rumah Pak Jaka (panggilan pak Zakaria) kan? Aku mulai bertanya. Yadi menjawab
iya tahu, kurang lebih tiga ratus meter dari sini. Yad aku bolehkan minta anter
main ke rumahnya nanti setelah pulang kerja? Boleh saja memangnya ada apa kamu
mau kesana? Tanyanya. Kamu masih ingat
Solihat kan? Anaknya pak Jaka yang dulu sempat dekat denganku. Aku kangen
kepadanya, aku ingin bertemu Yad. Oh ya sudah nanti sore aku antarkan kamu ke
rumahnya ya, Yadi menutup pembicaraan.
Singkat kata
singkat cerita sore hari sepulang bekerja kami
langsung menuju rumah Pak Jaka. Sesampainya disana kami bertemu dengan
ibunya Solihat, dia langsung menyalami kami. Dia kenal kepada Yadi namun
sepertinya sudah lupa kepadaku. Yadi pun mengenalkan aku kepadanya. Bu, masih
ingat Kepada Galang tidak? Cucu dari
Bapak Toto Kepala sekolah SMA 111? Yang mana ya? Dia balik bertanya. Yang dulu
sempat bersekolah di sini dan tinggal bersama keluarga Bapak Toto. Yadi
Menjelaskan. O iya ingat, memangnya ada apa Yad? Emm ini orangnya bu, Yadi
menunjuk aku. Aku pun hanya mengangguk . Ibunya Solihat langsung memberikan aku
pertanyaan-pertanyaan klasik sebagai mana halnya orang yang sudah lama tidak berjumpa,
namun sebelumnya kami sudah dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu.
Setelah dibuatkan minum dia bertanya kembali kepada kami, sebetulnya apa maksud
kedatangan kalian kemari? Aku pun menjawab dengan sedikit malu-malu, tapi aku
sangat tahu sifat dari ibu nya Solihat. Dia sangat suka dengan orang yang
terbuka dan tidak pernah melarang anaknya untuk berteman dengan siapa saja
asalkan itu masih dalam batas norma adat. Yah makanya dahulu aku sering main ke
rumahnya untuk mengajak solihat jalan-jalan, padahal usia kami saat itu masih
SMP dan Solihat masih kelas enam Sekolah Dasar. Karena itulah aku langung
menutarakan maksud kedatangan kami ke rumahnya saat ini.
Saya rindu
kepada Solihat anak ibu. Maksud kedatangan kami kemari ingin bertemu dengannya,
barangkali Solihat tinggal disini. Ohh begitu ya, tapi sayang Solihat masih
tinggal bersama neneknya di Kota Bogor, ya paling-paling dia datang kesini saat
liburan sekolah, Ibunya Solihat menjelaskan. Beberapa bulan yang lalu Solihat
berkunjung kemari dan mengisi liburan disini. Lanjutnya. Atau kalau mau kalian
ibu kasih alamatnya di Bogor sana, kalian boleh main kesana. Ibunya Solihat
menuliskan alamat di secari kertas lalu diberikan kepadaku. Aku membacanya
sebentar lalu memasukkan kertas tersebut ke dalam saku celanaku. Teria kasih
bu, Insya Allah kapan-kapan jika ada waktu saya akan berkunjung kesana. Ya saya
rasa saya sudah harus pamit bu, sekali lagi terima kasih, dan maaf sudah
merpotkan ibu. Kami bersalaman lalu Aku dan Yadi pergi meninggalkan rumahnya.