Sejarah Perompak Somalia

SEJARAH:
Pembajakan di lepas pantai Somalia telah menjadi ancaman bagi pelayaran internasional sejak awal Perang Saudara Somalia pada awal tahun 1990-an. Sejak tahun 2005, banyak organisasi internasional, termasuk Organisasi Maritim Internasional dan World Food Programme, telah mengungkapkan keprihatinan atas meningkatnya tindakan pembajakan. Pembajakan telah berkontribusi terhadap peningkatan biaya pengiriman dan menghambat pengiriman pengiriman bantuan pangan. Sembilan puluh persen dari World Food Programme's pengiriman tiba melalui laut, dan kapal membutuhkan pengawalan militer. Menurut menteri luar negeri Kenya, bajak laut Somalia telah menerima lebih dari US $ 150 juta dalam tebusan selama 12 bulan sebelum sampai bulan November 2008.

Bentrokan telah dilaporkan antara Islamis Somalia pejuang (yang bertentangan dengan Pemerintah Federal Transisional (TFG)) dan para perompak. Pada bulan Agustus 2008, Combined Task Force 150, sebuah koalisi multinasional satuan tugas, mengambil peran dalam pemberantasan pembajakan di Somalia dengan membentuk Wilayah Patroli Keamanan Laut (MSPA) di Teluk Aden. Meningkatkan ancaman pembajakan juga menimbulkan kekhawatiran yang signifikan oleh India karena sebagian besar dari rute perdagangan pelayaran India melewati Teluk Aden. Angkatan Laut India menanggapi masalah ini dengan menjalankan sebuah kapal perang di kawasan itu pada 23 Oktober 2008. Pada bulan September 2008, Rusia juga mengumumkan bahwa mereka akan segera bergabung dengan upaya-upaya internasional untuk memerangi pembajakan.

Pada 5 Oktober 2008, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi 1838 yang menyerukan negara-negara dengan kapal-kapal di daerah tersebut untuk menerapkan kekuatan militer untuk menekan tindakan pembajakan. Pada sidang ke-101 Dewan International Maritime Organization, India menyerukan agar pasukan penjaga perdamaian PBB di bawah komando bersatu untuk mengatasi pembajakan lepas pantai Somalia. (Ada resolusi lengkap tentang embargo senjata terhadap Somalia sejak 1992.)

Pada bulan November 2008, Bajak laut Somalia mulai meluaskan operasi mereka di luar Teluk Aden, kemungkinan untuk menargetankan kapal menuju pelabuhan Mombasa, Kenya. Frekuensi dan kecanggihan dari serangan juga meningkat sekitar waktu ini, begitu pula ukuran kapal ditargetkan. Kapal kargo besar, tanker minyak dan kimia perjalanan internasional menjadi sasaran baru pilihan bagi pembajak Somalia. Hal ini sangat kontras dengan serangan bajak laut yang dulu sering terjadi di Selat Malaka, jalur air yang penting secara strategis lain untuk perdagangan internasional, yang menurut ahli keamanan maritim Zara Catherine Raymond, biasanya ditujukan kepada "yang lebih kecil, lebih rentan membawa kapal perdagangan di seluruh Straits atau digunakan dalam perdagangan pesisir di kedua sisi Selat.

Sekelompok bajak laut Somalia ditangkap setelah menyerang sebuah kapal perang Perancis secara kebetulan, diduga karena mengira kapal itu adalah kapal barang.

Juru bicara militer Perancis Laksamana Christophe Prazuck mengatakan para pembajak menyerang larut malam di sekitar 500km lepas pantai Somalia. Namun kapal pasok dan komando itu, La Somme, membalas serangan dan memburu para pembajak, menangkap lima pelaku diantaranya.

Belasan kapal perang internasional memerangi aksi pembajakan di perairan Somalia. Negara itu tidak memiliki pemerintah pusat yang efektif sejak tahun 1991, mengakibatkan tiadanya aturan dan hukum, sehingga bajak laut bebas beraksi di wilayah lepas pantai tanpa hukuman.

Laksamana Prazuck mengatakan pada stasiun TV Perancis La Chaine Info para bajak laut nampak terkejut karena kapal yang mereka jadikan sasaran ternyata membalas serangan.

"Begitu mereka sadar yang mereka hadapi balas menyerang dan mengarah pada mereka, mereka berhenti menembak dan mencoba kabur," katanya.

"Somme mengejar dan menangkap satu dari kapal pembajak. Semua senjata rupanya sudah dilempar ke laut dan para tersangka pembajak ini sekarang ditahan di kapal Somme."

Washington, DC dan Doha – Pada pagi hari tanggal 8 April, sebuah kapal kargo berbendera AS Maersk Alabama – yang membawa bantuan makanan pemerintah AS untuk Afrika dibajak oleh bajak laut Somalia di jarak 300 mil dari pantai negara tersebut. Para awak dan kapal tersebut memang berhasil melarikan diri, tetapi Kapten Richard Phillips disandera oleh para bajak laut yang kabur dengan kapal yang lebih kecil. Baru setelah kekuatan angkatan laut AS diturunkan, para bajak laut tersebut terbunuh dan sang kapten kapal berhasil diselamatkan.

Apakah cerita berakhir sampai di sini? Tidak juga.

Ini bukan kasus pembajakan pertama di perairan Somalia dan bukan pula yang terakhir. Pada bulan Desember lalu, sebuah kapal tanker super Saudi yang membawa minyak senilai 100 juta dolar AS telah dibajak, dan para bajak laut tersebut memperoleh bayaran $3 juta sebagai tebusannya.

Pembajakan telah meningkat dramatis selama beberapa tahun terakhir, dengan lebih dari 100 kejadian yang dilaporkan terjadi di perairan Somalia pada tahun 2008. Tahun ini kelihatannya akan semakin membahayakan jika melihat catatan Biro Maritim Internasional (International Maritime Bureau). 70 serangan sudah terjadi dalam tahun 2009 ini, dan para bajak laut Somalia saat ini tengah menyandera 200 awak kapal internasional – dari Asia, Arab dan Eropa Timur.

Para bajak laut Somali sesungguhnya berusaha mencari "pembenaran" atas serangan-serangan ini dalam masyarakat mereka. Mereka membenarkan serangan-serangan mereka atas kapal-kapal internasional tersebut dengan alasan bahwa kedatangan kapal-kapal ini adalah serangan terhadap perairan Somalia karena mereka datang untuk melakukan pemancingan ikan tanpa izin atau untuk membuang sampah beracun.

Biaya perekonomian global yang ditimbulkan para pembajak ini, khususnya perekonomian Negara-negara Teluk, Amerika Serikat dan Eropa, semakin menggunung.

Pembajakan di perairan Somalia telah meningkatkan harga asuransi kapal dan harga barang-barang yang dibawa melalui rute perdagangan utama ini. Biasanya, paling sedikit 20.000 kapal setiap tahunnya melalui perairan ini dengan membawa berbagai barang, termasuk tujuh persen suplai minyak dunia.

Akibat pembajakan ini, banyak kapal yang mengambil jalur lain berputar mengelilingi Afrika untuk menghindari bajak laut dan tingginya biaya asuransi. Perekonomian Mesir khususnya, mengalami kerugian akibat peralihan jalur tersebut.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan keras menyikapi para pembajak dari Somalia tersebut dengan meloloskan Resolusi 1851 pada bulan Desember lalu. Resolusi tersebut membolehkan para negara anggota untuk mengejar dan menangkap para bajak laut atas izin dari pemerintah federal transisi Somalia (seperti yang dilakukan Angkatan Laut Amerika Serikat untuk menyelamatkan Kapten Phillips). Sebagai tambahan, NATO dan kekuatan-kekuatan anti pembajak lainnya telah dikirim ke perairan Somalia, suatu wilayah yang terbentang seluas 6,6 juta kilometer persegi – sekita 10 kali luas negara bagian Texas.

Hal lain yang juga penting adalah pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, mengeluarkan rekaman suara bulan lalu yang menyerukan kelompok-kelompok teror yang beroperasi di pinggiran masyarakat Somalia untuk bangkit melawan pemerintah baru. Yang jelas, hubungan organik antara para bajak laut Somalia dan kelompok-kelompok teror global seperti Al Qaeda belum terbentuk. Namun demikian, potensi adanya kerjasama antara para bajak laut dan jaringan teroris di wilayah Afrika Timur yang penuh pergolakan tersebut perlu diwaspadai.

Keberasaan pembajak di laut lepas selalu merupakan gejala dari isu kronis di daratan.

Karena itu, selain memperkuat keamanan maritim, tanggapan internasional terhadap para pembajak dari perairan Somalia harus berfokus pada inti permasalahan negara tersebut, seperti kurangnya tata pemerintahan yang baik dan pertumbuhan ekonomi. Bahkan dibandingkan negara lain di Afrika, dalam dua dasawarsa terakhir, Somalia termasuk negarayang paling miskin dan paling kacau di dunia, dengan PNB perkapita hanya beberapa ratus dolar AS per tahun (begitu rendah sehingga sulit untuk dihitung) dan berada di ambang anarki.

Pada awal bulan ini kami berkesempatan untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Somalia, Mohamed Abdullahi Omaar, setelah pertemuan puncak Liga Arab di Doha. Apa yang kami pelajari adalah bahwa masyarakat internasional – khususnya Amerika Serikat, dunia Arab dan Eropa – sekarang memiliki peluang untuk memulihkan wabah bajak laut ini dengan membantu mengakhiri konflik di Somalia yang telah berusia hampir dua dasawarsa ini.

Bahan-bahan dasarnya adalah: pertama, dukungan politik dan finansial bagi pemerintah baru Somalia dan proses perdamaian yang inklusif yang akan dilaksanakan di Djibouti bulan Januari nanti. Perlu pula dukungan bagi aparat keamanan Somalia. Kedua, meningkatkan bantuan untuk meningkatkan standar kehidupan di Somalia dan memberikan jalan keluar bagi para pemuda untuk keluar dari kemiskinan dan pembajakan menuju ke arah kesejahteraan. Ketiga, meniadakan faktor yang digunakan oleh para pembajak untuk membenarkan tindakannya, dengan memastikan dihentikannya pemancingan tanpa izin dan pembuangan sampah beracun di garis pantai Somalia. Ini harus diupayakan bersama dengan pengerahan angkatan laut multinasional yang sekarang telah berfungsi.

Sejauh ini, pilihan militer belum menjadi sebuah keberhasilan nyata.

Sebuah kerangka strategis yang lebih komprehensif dibutuhkan. Amerika Serikat, dunia Arab, dan Eropa mempunyai sebuah peluang unik untuk bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Mereka bisa mengimplementasikan strategi jangka panjang yang bisa memberdayakan pemerintahan baru Somalia sekaligus bisa secara efekif mengakhiri wabah bajak laut di kawasan tersebut. Dengan melakukan itu, mereka menciptakan


<<= Cacing Guinea yang Mengerikan

1 comment: